Resep pembuatan Es Pisang ijo, hidangan segar untuk berbuka puasa
Jarang-jarang saya dengan bu ketum pergi bareng seperti hari ini. Aihhhh. Katanya ke harmonisan hubungan ketum IPNU-IPPNU ini bahkan bikin iri beberapa daerah. Padahal kita mah sering ya berantem. Bukan begitu, bu ketum?
Eitsss. Kepergian saya dengan bu ketum ini mungkin tidak ada hubungannya sama sekali dengan judul. Hanya… dalam perjalanan pulang kita hari ini, saya mendapat suguhan yang sangat menarik dari dua bapak-bapak pengamen. Penampilannya rapi. Musikalitasnya joss. Suaranya empuk. Nggak ngebosenin. Setelah lima judul lagu mereka bawakan, saya merasa masih kurang, ingin nambah. Mungkin ‘penghuni’ bus yang lainpun merasakan hal yang sama. Mungkin juga bapak sopir yang sedari tadi celingak-celinguk memperhatikan lewat spion tidak mau ketinggalan barang satu bait. Lagu demi lagu terus mereka dendangkan. Terpaksa saya harus ‘durhaka’ dengan petuah simbah, “Nek ono pengamen ndang-ndang di wenehi, ojo nunggu ngasi nyanyi” – (Kalau ada pengamen, cepat diberi, jangan tunggu sampai menyanyi). Soalnya, yang ini bagus mbah. Hehe
Sampai akhirnya saya terhenyak karena bapak-bapak pengamen yang berbaju oren terbatuk persis di samping saya. Suaranya habis. Serak becek. Di beberapa kesempatan bahkan terpaksa setengah berteriak karena saling kejar dengan nada. Untung saja temannya si pemegang kendang tidak gagal fokus. Posisi vokalis segera dia ambil alih. Yang inipun suaranya empuk seperti koes plus. Bapak-bapak berbaju oren kini konsentrasi penuh dengan kencrungnya. Telinga saya terus dimanjakan, tapi… Ah, begitu Bus memasuki Ambarawa mereka berdua pamitan dan kemudian turun. Suka tidak suka harus saya terima.
Setengah perjalanan menuju Magelang, dua orang pengamen naik ke bus. Usianya jauh lebih muda dari bapak-bapak tadi. Penampilannya tidak kalah rapi. Sang vokalis memakai kemeja putih dan si pemegang kendang malah berjas meski tindik dari sedotan nyantol di telinganya. Kombinasi gitar, kendang dan harmonikanya luar biasa. Lagu Surga-Mu dari Ungu di dendangkan sebagai pembuka. Mungkin ingin menghadirkan hubungan religius antara Tuhan, mereka dan penghuni bus. Mungkin saja dengan embel-embel Tuhan, jiwa sedekah penghuni bus yang kebanyakan cuek bisa terangkat ke permukaan. Mungkiiiiin.
Sang vokalis yang kira-kira berumur 30-an sangat lincah berdendang. Mulutnya lihai berpindah ke harmonika di waktu yang tepat. Sang teman juga tak mau kalah mabuk menikmati irama dalam memainkan kendang. Masih sempat bergoyang ringan di bus yang sempit. Sekitar 5 lagu dibawakan hingga Magelang. Mereka turun di terminal dan digantikan puluhan pedagang asongan yang menawarkan aneka jajanan hingga perlengkapan sekolah.
Penampilan yang rapi dari para pengamen itu sangat menarik perhatian saya. Dulu, ketika saya backpackeran, pengamen-pengamen di jalanan terkesan berpakaian urakan. Celananya bolong-bolong, baunya luar biasa menyengat. Tidak jarang bau alkohol. Nyanyinya pun asal-asalan. Sudah pasti penghuni bus jadi tidak nyaman. Bahkan ada yang memaksa saat meminta sumbangan dan mendoakan yang jelek-jelek. Ini yang saya alami dulu.
Kini tampaknya dunia ke-pengamen-nan sudah jauh berubah. Para pengamen sudah mulai punya selera fashion yang bagus. Sudah tidak lagi fanatik dengan semir rambut dan celana bolong-bolong. Dulu mereka ingin dihargai dengan penampilan mereka yang awut-awut an. Mereka ingin orang bisa mengerti style jalanan tanpa mau menghargai kenyamanan penghuni bus yang telah mengeluarkan uang untuk menghantarkan perjalanan. Kini, lagu-lagu pop dan dangdut yang di aransemen sedemikian rupa menjadi hiburan yang yahuddd di tengah panasnya mikrolet. Lagu-lagunya tidak lagi sebatas rokok Ardath.
Ketika Ahok memutuskan mengganti semua metromini lawas dengan bus yang baru, tanpa muatan politik apapun, saya ada di pihak yang menyetujui. Bus yang baru akan jauh lebih nyaman dan menjawab kebutuhan keselamatan. Sudah jadi rahasia umum sopir metromini mengendarai busnya dengan ugal-ugalan bahkan kadang hingga jedutan (bersenggolan). Tidak ada rasa takut bus akan lecet karena kondisinya memang sudah compang-camping. Pengamen yang masuk ke metromini pun berbeda dengan bus-bus yang lebih bagus.
Saya yakin satu perubahan akan menciptakan perubahan yang lain. Perubahan baik akan memungkinkan perubahan-perubahan yang baik juga di banyak hal. Busnya diperbaiki, sopirnya jadi hati-hati karena takut lecet. Interiornya bersih, penumpangnya jadi mikir dua kali untuk buang sampah sembarangan. Lampu terminal terang, kejahatan copet akan berkurang.
Begitupun teman-teman pengamen harus bisa merubah cover atau penampilan diri sendiri dahulu sebelum ngover atau membawakan lagu orang. Jika sudah begitu, temen pengamen bisa mulai berharap perubahan sikap penumpang hingga perubahan rejeki. Waktu yang kita lalui bersama di bus selama perjalanan akan menjadi romantisme kehidupan luar biasa. Penghuni bus sudah pasti akan mengangeni kalian karena tidak punya alasan untuk mencibir. Yang ada adalah rasa terima kasih dan penghargaan karena telah dihibur di tengah penat dan letih perjalanan. Berharap suatu saat bisa berjumpa lagi di perjalanan lain atau bahkan menjadi saudara. Kita sama-sama membangun Indonesia menjadi lebih baik. Mulai dari kolong jembatan hingga parlemen. Dari perubahan-perubahan kecil hingga perubahan-perubahan yang lebih besar.
Cmiwww. Bahkan bu ketum pun senyum-senyum tipis, dan berbisik, “Pengamennya cakep juga ya”. Eaaaaak.
Say hello