Sosial Media dan Keterkaitannya Dengan Komunitas Grassroot Pemuda

Di era digital ini, media sosial menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Data dari We Are Social (2015), dari sekitar 7 milyar penduduk bumi, terdapat sekitar 3,2 milyar pengguna aktif di media sosial. Tidak jauh berbeda dengan jumlah pengguna mobile celular. Perbandinganya 3,7 Milyar pengguna mobile celular dan 3,2 milyar pengguna media sosial. Ini berarti hampir semua pengguna mobile celular sekarang adalah pengguna media sosial itu sendiri.  Bisa dikatakan media celular yang ada saat ini hampir kesemuanya menyediakan fasilitas bermedia sosial itu sendiri. Dunia benar-benar datar, yang membuat semua orang bisa menghadirkan dunia dalam genggamannya seperti halnya dengan menggenggam gadget dan smarthpone.

Media sosial adalah satu set baru  komunikasi dan alat kolaborasi yang memungkinkan banyak jenis interaksi yang sebelumnya tidak tersedia untuk orang biasa. Jika Pramoedya berkata: “Kemanusiaan kadang-kadang menghubungkan seorang dari kutub utara dan seorang dari kutub selatan,” maka melalui media sosial kita tidak hanya dapat menghubungkan seseorang dari kutub utara dan selatan saja tetapi dari seluruh belahan dunia, dengan siapapun, dan kapanpun tanpa memandang umur, pastinya karena media sosial ini bersifat umum. Di Indonesia sendiri trend pengguna media sosial tergolong tinggi seiring dengan terdisitribusinya akses internet hingga ke pelosok daerah. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo), sedikitnya ada 63 juta pengguna internet di indonesia, 95% di antaranya mengakses jejaring sosial (media sosial). Bahkan Indoneisa, secara kuantitas merupakan pengguna media sosial terbesar ke-4 di dunia setelah USA, Brazil, dan India. Dalam pusaran kebaikan dan keburukan Media sosial telah menempatkan manusia dalam dua sisi yang saling menggantikan, yakni antara objek pengonsumsi informasi dan subjek penyebar informasi. Pada saat yang sama menampakkan wajahnya yang khas, sebagai alat (teknologi) yang bebas nilai. Ia bisa digunakan untuk hal apapun, baik atau buruk sekalipun. Dengan jumlah pengguna media sosial yang besar itu, tentu saja ada banyak sisi pengaruh yang ditimbulkan. Kecepatan mengakses informasi dapat turut mencerdaskan kehidupan bermasyarakat. Sumber-sumber ilmu dan kebajikan-kebajikan bisa ikut terdisitribusi, dimana semua orang bisa mengaksesnya dengan bebas. Meskipun di satu sisi, pembekakan kuantitas pengguna media sosial, yang tidak diiringi dengan kualitas pengguna media sosial yang tepat justru bisa berdampak sebaliknya. Salah satunya dalam konteks ini adalah banyaknya kasus-kasus penyimpangan yang bemunculan, berawal dari media sosial. Hal ini semakin memperlebar ruang berlakunya salah satu pasal dalam KUHP (pasal 310/311) yang mengatur tentang pencemaran nama baik. Beberapa pelaku yang terjerat dari pasal itu juga ikut menjerat pelajar, seperti pada kasus farah (seorang pelajar) yang divonis hukuman 2,5 bulan penjara gara-gara ujaran yang tidak etis di facebook.

Pelajar dan Potensi penyalahgunaan Media Sosial

Pelajar dalam konteks ini termasuk objek yang rentang terjerat dalam penyalahgunaan media sosial. Selain media sosial sebagai kebutuhan trend pergaulan di kalangan remaja dan pelajar. Juga karena ruang media sosial memberi kebebasan kepada subjek untuk menjadi pihak penyebar segala bentuk informasi. Dengan kecakapan dan kedewasaan yang minim, pelajar bisa menjdi terjerat dalam penyalahgunaan media sosial, baik sadar maupun tidak sadar, sesederhana ketika ia meng-klick ataupun men-share informasi/berita/gambar yang mengandung unsur-unsur amoral. Selain itu peajar sebagai pengguna yang pasif pun, juga rentan terpengaruh oleh banyak hal-hal yang tidak sewajarnya yang dengan mudahnya ditawarkan oleh lalu lintas informasi/gambar/video dalam media sosial. Media sosial tidak dapat berfikir mana yang baik dan mana yang buruk  tetapi penggunanyalah yang harus berfikir lebih jauh lagi untuk memanfaatkannya dengan baik. Hal yang diluar pikiran pun akan terjadi, banyak postingan yang sama sekali tidak berbobot dan membawa dampak negatif. Bahkan yang lebih mengherankan lagi yang membawa dampak negatif itulah yang menjadi trend dan viral di dunia maya.  Banyak orang berbondong-bondong mengikuti jejaknya bahkan melakukan hal yang sama dan memposting nya kembali hingga semua di media sosial itu sama. Tidak hanya dengan kekonyolan tindakan yang menjadi trend tetapi perkelahian saling merusak nama baik orang, menghina, mencaci tidak jarang lagi kita temukan di media sosial. Disinilah relevansinya sekolah sebagai lembaga pendidik harus mengambil peran, yang bisa menyesuaikan dengan tuntutan abad digital saat ini. Sebab tidak sedikit apa yang merupakan perilaku, cara bertutur, dan lain-lain yang digugu dan diikuti pelajar di sekolah tidak lepas dari informasi trend yang ia konsumsi dari media sosial.

Ada yang patut dilihat dari perkembangan sekolah dari masa ke masa. Yakni lambatnya ia menyesuaikan terhadap perubaha-perubahan yang terjadi. Setelah abad milenium menuju abad digitalisasi saat ini berangsur berkembang, sekolah masih dominan bertahan dengan pola pendidikan gaya lama. Salah satunya adalah masih minimnya dalam mengadopsi perkembangan media sosial. Baik media sosial sebagai perangkat teknologi maupun penyesuaian sekolah atas pengaruh media sosial terhadap pembentukan pola hidup dan pola pikir pelajar itu sendiri. Bermedia sosial dengan sikap-sikap keterpelajaran, sebagai upaya untuk membangun hubungan antara teknologi dan sikap-sikap keterpelajaran pelajar, masih belum dibangun sebagai bagian dari aktivitas belajar dalam sekolah. Dari masalah tersebut, kiranya mengembangkan komunitas-komunitas organik seperti Pelajar Nahdlatul Ulama itu dalam media sosial menjadi penting. Salah satu cara untuk menutup celah kemungkinan penyalahgunaan media sosial oleh kaum pelajar, dengan mengorganisirnya dalam komunitas-komunitas berbasis keterpelajaran di media sosial. Sebab prinsipnya adalah: semakin banyak lingkungan positif yang kita ciptakan, maka semakin sedikit ruang-ruang negative yang bisa muncul.

fakhruralizza

fakhruralizza

Leave a Reply