Rohis, Antara Ekstrimis dan Humanis

Mendengar kata rohis mungkin di dalam benak anak-anak sekolah akan timbul pikiran tentang organisasi yang berisi anak-anak soleh, alim, rajin ibadah, dan sangat patuh pada agama. Rohis pula yang dianggap bengkel bagi anak anak dengan pergaulan yang sudah terlanjur rusak atau benteng bagi mereka yang menjauhi pergaulan bebas. Dimana mereka, anak rohis identik dengan anak yang suci, suci dalam  pikiran, perkataan dan perbuatan.

Akan tetapi disisi lain kata rohis seolah menjadi momok bagi orang tua. Orang tua sangat khawatir apabila anaknya masuk dalam organisasi tersebut. Bukan tanpa alasan kekhawatiran orang tua itu karena selama ini isu-isu teroris konon katanya lahir atau jebolan dari organisasi ini. Selain tenar akan ladang pembibitan teroris, rohis juga terkenal sebagai ladang doktinisasi paham ekslusif yang menyebabkan insan-insan intoleran. Insan-insan inilah yang pada kemudian hari akan mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat umum.

Lalu, apa itu rohis? Rohis merupakan kepanjangan dari Kerohanian Islam. Rohis berada dibawah naungan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang merupakan salah satu alat untuk pembinaan moral dan akhlak siswa. Tujuan rohis merupakan menghidupkan dakwah islam untuk meningkatkan rasa ketakwaan siswa sehingga dapat mencegah siswa melakukan hal-hal negatif seperti tawuran, perkelahian, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, zina, dan lain-lain. Dengan misi dakwah inilah rohis menjadi tempat peningkatan pemahaman agama bagi siswa.

Rohis sebagai sarana peningkatan moral dan akhlak, seharusnya menjadikan anggota rohis menjadi insan-insan yang humanis, dan penuh rasa kasih sayang. Akan tetapi banyak kita temui aktivis-aktivis rohis justru berperilaku sebaliknya. Banyak dari mereka yang dengan dalil agama menentang peraturan-peraturan sekolah seperti mereka enggan ikut serta dalam upacara bendera karena diangap penyembahan terhadap toghut (baca : berhala), menentang guru dengan alasan guru tersebut tidak menutup aurat, menghardik guru karena tidak satu ideologi dengan mereka, melakukan kegaduhan pada event-event sekolah yang menurut mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini, dan tindakan-tindakan anarkais lainya. Agaknya ada yang salah dengan penerapan dakwah yang mereka lakukan.

Model dakwah seperti itu merupakan  hasil dari interaksi aktivis dengan pihak luar sekolah. Melalui interaksi menggunakan media elektronik atau langsung dimungkinkan bahwa aktivis rohis lebih tertarik dengan mereka. Pendekatan yang mereka lakukan begitu halus sehingga siswa tidak sadar bahwa mereka sedang dipengaruhi atau dengan kata lain didoktrin. Sangat disayangkan jika sekolah tidak dapat memfilter atau membendung pihak- pihak dari luar sekolah yang memengaruhi siswa. Ujung-ujungnya pihak sekolahlah yang akan kerepotan sendiri dengan ulah para aktivis tersebut.

Dakwah seharusnya mengajak pada kebaikan dan mencegah dari sesuatu keburukan. Seperti dalam Al Qur’an amar ma’ruf nahi munkar tidak aka kata memaksa didalamnya sehingga dalam pelaksanaanya kita dilarang melakukan sesuatu yang bertentangan dari esensi dakwah tersebut. Dakwah haruslah berlandaskan rasa kasih sayang dan saling pengertian sehingga sesuai apa yang didawuhkan KH Mustofa Bisri, bahwa kita harus bersikap keras pada diri sendiri dan bersikap kemah lembut pada orang lain dalam berdakwah bukan kebalikanya. Selama ini dakwah hanya dipahami dapam arti sempit, sehingga banyak yang menelan dalil secara mentah mentah akibatnya menimbulkan perilaku ektrimis dan mengikis sisi humanis.

Buah simalakama dari rohis adalah adanya dua kutub yang sama sama berbahaya yaitu ekstrim kiri dan ekstrim kanan.rohis merupakan sarana untuk mencegah perilaku ekstrim kiri yaitu dengan cara menghindarkan siswa dari perilaku menyimpang dan kemrosotan moral dengan peningkatan kegiatan keagamaan, kajian-kajian, dan diskusi agama. Simalakama satunya adalah oleh karena kegiatan agama yang sangat digemborkan, mengakibatkannya dimanfaatkan oleh pihak pihak tertentu untuk mendoktrinisasi para siswa sehingga siswa cenderung berperilaku intoleran dengan dalih menegakkan agama. Padahal agama yang mereka katakan ditegakkan hanya menafsirkan kitab suci tanpa bekal ilmu yang mumpuni. Agama islam mengajarkan perdamaian karena islam sendiri berakar dari kata Aslama-Yuslimu-Islaman yang berarti damai, selamat. Harusnya orang yang beragama islam mampu menjaga apa yang disekitarnya sepamat atas ulahnya atau ulah orang lain, bukan malah membuat sekutarnya tidak selamat.

Pembinaan rohis haruslah tepat sehingga efektif dan efisien. Dimulai dengan memberi pemahaman tentang esensi dasar dari islam yang rahmatan lil’alamin kasih sayang bagi seru sekalian alam. Sehingga aktivis rohis senantiasa berperangai baik dengan dirinya, dengan lingkungannya dengan menjaga lingkungan agar tidak rusak, dan dengan masyarakat. Diharapkan dengan pemahaman ini aktivis rohis mendapatkan pemahaman agama secara utuh sehingga terhindar dari paham ekstrim kanan maupun ekstrim kiri.

Peran semua pihak sangat diperlukan untuk membentuk sisi humanis dari rohis. Selain pengawasan guru agama atau pengawasan dari kepala sekolah dan kaki tanganya, diperlukan juga pengawasan dari orang tua karena siswa tidak hanya tinggal di sekolah tetapi juga tinggal lebih lama di rumah dan lingkungan sekitarnya. Peran dari tokoh agama setempat seperti di masjid atau musolla sangat berpengaruh juga.

Peran rohis haruslah dikembalikan kepada tujuanya yang awal yaitu pembangunan moral dan akhlak. Dengan menjaga agar rohis tidak dikuasai pihak-pihak ekstrimis dan dengan cara melakukan kesadaran akan perbedaan sebagai rahmat sehingga aktivis rohis akan bertindak dengan toleran dan penuh rasa tanggung jawab terhadap sesama. Sesama yang dimaksud adalah sesama makhluk ciptaan ilahi baik itu manusia, hewan, tumbuhan, batu, tanah, air, dan semuanya.

Sisi humanis dari rohis haruslah dipupuk sehingga akan tumbuh subur mengisi hari para pemuda penerus bangsa. Sisi ektrimis dari rohis haruslah di hilangkan dan dikubur dalam dalam karena dalam beragama tidak perlu bertindak ekstrim dan Allah tidak menyukasi sesuatu yang berlebihan. Sehingga rohis menjadi ladang pembibitan generasi-generasi emas bangsa yang berkepribadian mulia serta berakhlakul karimah serta bermoral luhur. Bukan menjadi ladang teroris dengan paham ekstrimis yang anarkis.

 

Rifki Kurniawan

 

maskoer

maskoer

Leave a Reply