Oleh: Arif Dika Prasetya (Pemanang Lomba Essay IPNU Jateng)
Pendahuluan
Eksistensi IPNU dalam masyarakat sangat terasa hingga detik ini, padahal organisasi pelajar ini sudah lahir jauh sebelum adanya reformasi. Walaupun berbagai konflik dan ketimpangan dirasakan bangsa Indonesia, IPNU mampu berdiri tegak dan tidak tergerus dengan kemajuan zaman. Bahkan salah satu Badan Otonom Nahdlatul Ulama yang satu ini terus mengibarkan sayapnya dan mengalami perkembangan. Sebelum kemerdekaan sebenarnya tumbuhnya benih-benihnya IPNU sudah terlihat, walaupun skalanya tidak sebesar sekarang. Pengaruh adanya organisasi keterpelajaraan ini juga sangat dirasakan oleh beberapa golongan, misalnya pesantren dan sekolah-sekolah. Jika kita menengok kebelakang, peradaban IPNU sudah dimulai sebelum Banom Nahdlatul Ulama ini resmi berdiri 24 februari 1954. Dahulu di beberapa wilayah, sudah banyak tersebar organisasi keterpelajaraan dalam lingkungan Nahdlatul Ulama. Namun saat itu organisasi yang ada tidak saling mengenal satu sama lain, padahal mereka berada di bawah paham yang sama yaitu Ahlussunah Wali Jamaah An Nahdliyah. Adapun organisasi yang lahir pada saat itu misalnya tahun 1939 di Kota Surabaya telah lahir Persatoean SantriNO (PAMNO), di Madura juga ada Ijtimauth Tholabiyah (Persatuan Siswa), kemudian di Kediri Jawa Timur lahirlah Persatuan Pelajar NO (PERPENO) pada tahun 1953. (Asrorun Niam Sholeh dan Sulton Fatoni: 2003).
Sejauh ini, IPNU sebagai wadah Komunikasi, interaksi, aktualisasi dan integrasi pelajar putra dan pelajar putri Nahdlatul Ulama terus menggalang ukhuwah islamiyyah dan mengembangkan syiar Islam ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah. Namun jika kita melihat zaman ini, semakin banyak tantangan hingga ancaman yang menghadang pergerakan para rekan-rekan ini. Mudahnya berkomunikasi dan semakin canggihnya teknologi ternyata juga mempermudah seseorang untuk melakukan kejahatan. Tidak hanya itu, muncul dan menyebarnya paham-paham wahabi dan paham radikal juga menjadi ancaman tersendiri. Banyak kalangan muda Nahdlatul Ulama yang masih meng counter serangan-serangan mereka dengan cara konvensional. Masalah lain yang dihadapi adalah pola-pola pengkaderan dan pengenalan IPNU di masyarakat juga masih banyak yang monoton dan tak sesuai zaman. Alhasil walaupun sudah banyak peran yang dilakukan, tapi dampaknya tak terlalu berpengaruh dan tak mengubah keadaan.
Dengan alasan itulah, IPNU harus selalu mengimprovisasi dirinya dengan memaksimalkan peran berbagai media untuk menghadapi berbagai tantangan dari pihak luar dan permasalahan internal yang ada. Jika tidak, maka IPNU akan mudah terpecah belah atau mulai pudar eksistensinya sebagai organisasi yang intelektual dan spiritual di abad ini. Tak bisa dipungkiri bahwa saat ini media sosial merajalela di masyarakat. Akibat adanya media sosial, informasi semakin sulit untuk dikontrol baik positif maupun negatif. Maka selain meningkatkan sumber daya manusia kader dengan pengembangan kemampuan intelektual yang tinggi, IPNU harus mengambil peran dan menguasai media sosial maupun membuat platform-platform digital yang tidak monoton, agar bisa bersaing dengan manusia lainya. Dengan demikian, eksistensi IPNU sebagai organisasi gerakan intelektual dan spiritual akan terus berkibar dan semakin dipercaya oleh masyarakat.
Pembahasan
Rekam Jejak IPNU sebelum Reformasi.
Perjalanan IPNU secara resmi tentu dimulai saat terbentuknya organisasi ini. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) diusulkan dalam Muktamar LP. Ma’arif pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. Ketua pertama IPNU sendiri adalah Tholhah Mansyur (alm). Namun walaupun demikian, gagasan ini dipelopori oleh banyak pihak diantaranya: Sufyan Kholil, Farida M, Uda, Abdul Ghani, Ahmad Maskup dan Tholhah Mansur, yang semuanya adalah para pelajar dari Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Sejak saat itu, IPNU mengemban tugas yang cukup berat. Adapun tugas atau amanah yang harus dilaksanakan IPNU antara lain: pengembangan sumber daya manusia, pemberdayaan kader-kader Nahdlatul Ulama dan menyebarkan serta menjaga nilai-nilai yang diajarkan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari di organisasi Nahdlatul Ulama.
Sebelum adanya reformasi, IPNU sudah mulai mengembangkan sayapnya masuk ke kalangan pesantren, madrasah maupun sekolah. Namun saat itu ada kebijakan baru pemerintah tentang NKK (Normalisai Kehidupan Kampus)/BKK (Badan Koordinasi Kemahasiswaan) mulai memperkenalkan OSIS sebagai satu-satunya wadah resmi pembinaan pelajar. Dengan keluarnya keputusan tersebut, pemerintah memperbolehkan satu-satunya organisasi pelajar yang bisa memasuki sekolah-sekolah adalah OSIS. Sejak saat itulah, organisasi-organisasi extra sekolah semakin tersingkir karena mendapat tekanan untuk merubah keanggotaannya. Akibat kejadian inilah, pada tahun 1988 nama Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama diganti menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama. Masalah baru muncul, setelah ada pengubahan nama tersebut, karena cangkupan “putra” itu terlalu luas sehingga banyak remaja dan berbagai kalangan bisa masuk kedalam orgnasisasi IPNU. Tumpang tindih antara IPNU dengan Badan Otonom lain juga tak dapat dihindarkan. Beruntungnya, Indonesia mengalami perubahan dari orde baru ke era reformasi. Perubahan itulah yang akhirnya mengantarkan perubahan pula dengan nama Ikatan Putra Nahdlatul Ulama kembali menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama. Hal itu terjadi ketika Kongres XIV untuk IPNU dan Kongres XIII untuk IPPNU di Asrama Haji Sukolilo Surabaya kemarin pada tanggal 22 Juni 2003.
Jika ditarik lagi kebelakang, sebelum reformasi Indonesia mengalami berbagai masalah besar. Masalah yang menimpa bangsa Indonesia mulai dari belum stabilnya perpolitikan di Indonesia hingga berbagai masalah ekonomi yang ada. Maka Nahdlatul Ulama mengambil peran untuk mengatasi permasalahan yang ada. Sebagai induk dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, Nahdlatul Ulama masuk sebagai salah satu partai politik yang tentu akan sangat berpengaruh ke Badan Otonomnya. Sebagai organisasi dengan faham ahlussunah wal jamaah, yang semula IPNU adalah organisasi non partai terpaksa ikut berjuang di panggung perpolitikan Indonesia. Pada zaman orde baru, pemerintah tidak menghendaki untuk merehabilitasi partai Masyumi. Bahkan tokoh-tokonya pun tidak diizinkan duduk dalam partai Muslimin Indonesia (Permusi), yaitu partai baru yang berorientasi Islam yang di perkenalkan Orde Baru berdiri pada 20 Februari 1968. Dengan adanya berbagai tekanan dari rezim orde baru saat itu, maka IPNU juga merasakan dampaknya dan agak terombang ambing dari tingkat Pusat sampai Ranting. Bahkan semuanya paham diawal orde baru kekuatan-kekuatan dan oknum tangan hitam yang anti Pancasila masih sangat banyak, mereka juga tak malu-malu untuk menampakan gerakan politiknya. Sampai akhirnya para ulama NU berijtihad bahwa NU harus terlibat dalam politik praktis beserta banom-banomnya. Keterlibatan Nahdlatul Ulama dan berbagai Badan Otonomnya tak lain untuk terus berjuang meneruskan perjuangan ulama-ulama NU, para pendiri bangsa Indonesia serta pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia untuk menjaga sekaligus mempertahankan pancasila sebagai dasar negara. Pada 1968 IPNU mengalami suatu hal yang sangat penting bagi diri IPNU itu sendiri, yang sejak kelahirannya berada di bawah naungan LP Ma’arif pada 1968 berubah menjadi badan otonom NU dan memindahkan kantor pusat IPNU yang semula berada di Yogyakarta berpindah ke Jakarta.
Dalam pemerintahan Soeharto, kalangan Islam melihat pemerintah perlahan-lahan bergerak kearah sekularisasi dan bersimpati pada kepentingan kristen. Selain itu dalam pembuatan RUU (Rancangan Undang Undang) ada berbagai masalah yang hukumnya bertentangan dengan syariat Islam. Mislanya ijab kabul, yang dalam ajaran Islam menandai sah atau tidaknya perkawinan tidak termuat dalam RUU. RUU juga mengatur bahwa dalam keadaan tertentu seorang suami boleh memperistri lebih dari satu wanita, namun tidak ada pembatasan jumlah istri yang diperbolehkan dinikahi, padahal dalam ajaran Islam batasan itu jelas (empat istri dengan persyaratan yang berat). RUU perkawinan menentukan bahwa suami istri yang telah bercerai dua kali diantara mereka, tidak diperkenankan untuk rujuk kembali, padahal dalam Islam memperbolehkan hal itu. Oleh sebab itu, banyak protes yang bermunculan dari berbagai organisasi, tak terkecuali salah satu Badan Otonom Nahdlatul yaitu Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Akibat dari peristiwa ini NU sebagai Organisasi Islam, mengalami sebuah kemunduran, ketika Golkar memiliki suara yang mutlak lebih unggul denganmengantongi 336 kursi dari keseluruhan kursi yang berjumlah 460 di DPR. Peristiwa kemunduran NU juga dirasakan oleh banom-banom NU di seluruh wilayah Indonesia. Setelah lengsernya Abdullah Hasyim mundur sebagai ketua IPNU karena masuk menjadi anggota Golkar.
Seusai mengalami pasang surut dan menghadapi berbagai masalah, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama ini mulai bisa survive dan menemukan jati dirinya. Banyak cabang-cabang Nahdlatul Ulama diberbagai pelosok Nusantara yang berdiri. IPNU yang sampai saat ini juga berdampingan dengan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama) terus mengatur strategi untuk perekrutan kader-kader Nahdlatul Ulama. Dengan perjalanan IPNU yang sudah dilakukan semenjak sebelum reformasi ini, tentu sudah banyak hikmah dan pelajaran yang dipetik. Kendati demikian, IPNU tak boleh lengah walaupun sudah menghadapi masa-masa sulit sebelum reformasi. Nyatanya, saat ini IPNU harus melakukan perjuangan yang sama dengan cara yang berbeda, IPNU akan sampai dizaman yang satu langkah lebih maju daripada dulu sebelum reformasi. Di zaman inilah nantinya kekuatan IPNU akan benar-benar dikuras dan diuji, oleh karenanya IPNU harus mempersiapkan kader-kader yang militan agar mampu memberi yang terbaik bagi setiap ancaman dan tantangan yang datang kepada warga Nahdiyin khususnya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).
Tantangan IPNU di abad 21
Berbagai isu besar di Indonesia selalu dibungkus dengan agama sehingga terlihat elegan dan banyak yang mengikuti. Apalagi dengan kemajuan teknologi dan satelit-satelit komunikasi, ajakan sekaligus ajaran buruk yang dibalut agama semakin mudah menyebar baik ke orang dewasa ataupun kalangan remaja. Salah satu yang paling banyak dan paling mudah dilakukan adalah hoaks. Ratusan bahkan ribuan hoaks selalu menunggangi event-event besar di negeri ini. Misalnya dalam pilpres 2019, dimana ratusan hoaks tersebar di berbagai penjuru Indonesia. Menurut Kementerian Informasi dan Informatika (Kominfo) telah diidentifikasi 486 hoaks sepanjang April 2019. Dari semua kasus tersebut 209 diantaranya adalah terkait politik.
Setiap zaman selalu diliputi dengan tantangan tersendiri sesuai dengan kondisi internal dan eksternal yang berkembang saat itu. Sebagaimana tantangan dan permasalahan kader IPNU sebelum reformasi yang mengatasi berbagai masalah politik serta pasang surutnya organisasi, maka IPNU di zaman ini juga berhadapan dengan tantangan yang tidak kalah kuat, yaitu era globalisasi dengan seperangkat komponen yang meliputinya seperti kecanggihan teknologi informasi. Globalisasi adalah proses integrasi berskala dunia yang menghadirkan interaksi aktif antara lokal dengan global yang ditandai dengan meningkatnya intensitas hubungan antar budaya, norma sosial, kepentingan, dan ideologi antar bangsa (Isbahi dan Yunas : 2018). Kemajuan teknologi informasi berupa internet dan satelit-satelit komunikasi telah menghubungkan banyak negara di dunia hingga sebuah desa secara sosiologis dapat dikatakan sebagai global village.
Dari data diatas, terlihat jelas bahwa hanya dalam satu bulan ratusan hoaks bertebaran. Padahal hoaks hanyalah salah satu dari berbagai kejahatan lain di media sosial. Selain itu banyak paham radikalisme serta wahabisme yang berkembang di Indonesia. Banyak dari mereka yang berani menampakan dirinya bahkan membuat perkumpulan besar lalu menebarkan berbagai kerusuhan, ujaran kebencian dan intoleransi kepada sesama. Puncaknya banyak dari kalangan mereka yang ingin mengganti ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila dengan sistem khilafah. Jika kita melihat beberapa tahun silam, ada organisasi terlarang yang dibubarkan pemerintah yaitu HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang ingin mengganti dasar negara. Di tahun 2020 kemarin organisasi dengan pengikut yang cukup besar FPI (From Pembela Islam) juga dibubarkan pemerintah karena dinilai tidak memperpanjang ijin dan bertindak tidak sesuai Undang-Undang dasar 1945. Kejahatan-kejahatan dan kelompok seperti inilah yang harus diwaspadai kader IPNU diamanapun berada. IPNU harus tetap eksis dan menjadi gerakan yang punya intelektual dan spiritual yang baik dengan menghentikan gerakan-gerakan yang merongrong kesatuan bangsa Indonesia.
Marrik Bellen, direktur lembaga Ilmiah Belanda LIKTLV (Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volkenkunde) mengungkapkan dalam International Seminar on Pesantren Studies bahwa maraknya Islamopobia di Eropa disebabkan oleh media yang membesar-besarkan peristiwa kecil tentang Islam di Indonesia. Sebut saja aksi bom teror ekstremisme di Surabaya awal tahun 2018 kemarin. Media menggiring warganet untuk memutar memori gejolak awal peristiwa bom di World Trade Center (WTC) 11 September 2001 silam agar mengidentikkan radikalisme dan ekstremisme dengan Islam. Minimnya literasi orang Eropa tentang Islam disertai pemahaman keliru tentang Islam di media Eropa membuat paradigma orang Eropa tentang Islam menjadi bermakna peyorasi. Fakta ini membuktikan bahwa media menjadi medan yang urgen untuk sebuah pergerakan dan berbagai kepentingan.
Itulah yang menjadi PR bagi kalangan Nahdiyin khususnya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama untuk menunjukan pribadi Islam yang sebenarnya yaitu Islam yang rahmatan Lil ‘alamin. Sesuai dawuh KH. Mustafa Bisry (Gus Mus) bahwa “Islam itu merangkul bukan memukul, Islam itu membina bukan menghina, Islam itu menyayangi bukan menyaingi dan Islam itu ramah bukan marah”. Tentu inilah yang diajarkan para ulama, kyai, habaib dan ustadz Nahdlatul Ulama kepada para santri dan kadernya. Sebagai calon penerus bangsa IPNU harus mampu mengembalikan Marwah Islam yang tercoreng namanya akibat kelompok-kelompok tidak bertanggung jawab. Selain itu kader IPNU juga wajib meng counter kejahatan-kejahatan yang terjadi di berbagai platform media mengingat di era globalisasi ini semua informasi menyebar begitu luas dan cepat.
Transformasi IPNU di Era Digitalisasi
Setelah mengalami Era Globalisasi dimana internet dan satelit-satelit komunikasi semakin berkembang serta mengetahui berbagai tantangan berat yang menghadang. Maka kesolidan IPNU dalam mengahadapi berbagai masalah sebelum reformasi harus dicontoh untuk menghadapi era digitalisasi. Tugas IPNU adalah bagaimana menjaga nilai orisinil Islam dan paham ahlussunah wal jamaah an nahdliyah untuk tetap eksis dan bertahan, bahkan berkembang di era globalisasi. Sebagaimana moto yang selalu dipegang oleh kader Nahdlatul Ulama, yaitu al-muhafadhotu ‘alal qadiimi as-solih wal akhdu bil jadidil al-aslah (Menjaga tradisi yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik dan maslahat).
Kader IPNU harus menanamkan melek literasi media dan mengkritisi hal yang berkembang di media dengan mengedepankan nilai akhlak dalam bermedia sosial. Apalagi menurut Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2020, pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 juta jiwa dari 272,1 juta penduduk Indonesia. Tentu dengan memaksimalkan peran IPNU di internet, ini akan lebih mudah memperkenalkan IPNU ke masyarakat luas serta menyebarkan nilai-nilai Islam Nusantara.
Saat ini internet seakan menjadi segalanya bagi manusia. Oleh karena itu, tak heran jika masyarakat mudah beradaptasi dengan perkembangan zaman. Peningkatan penggunaan aplikasi jual beli atau jasa antar jemput juga meningkat drastis. Dari Statistik Telekomunikasi Indonesia, BPS menjelaskan tujuan penggunaan internet didominasi oleh pengguna sosial media dengan persentase sekitar 79,13 persen. Salah satu aplikasi yang mengalami peningkatan pesat adalah GrabFood. Dilansir dari detikinet GrabFood menorehkan peningkatan dalam jumlah pengguna aktif selama tahun 2019. Tidak tanggung-tanggung pengguna aktif GrabFood meningkat sebanyak 173%. Selain itu GrabFood juga mencapai pertumbuhan 5,2 kali dalam gross merchandise value (GMV) selama 2019 di seluruh regional.
Artinya perubahan dalam berbagai bidang berlangsung cepat, bahkan hanya dalam kurun waktu yang singkat. Melihat pola perkembangan ini, maka kader IPNU harus benar-benar mengikuti perkembangan zaman mulai dari Pengurus Pusat sampai Pengurus Ranting. Para pelajar Nahdlatul Ulama bisa melakukannya dengan promosi kegiatan IPNU, pengetahuan mengenai pengkaderan IPNU serta amaliyah Nahdlatul Ulama dengan konsep dan konten yang elegan serta milenial. IPNU harus mampu mengemas segala pengetahuan atau informasi tentang Nahdlatul Ulama menjadi kemasan yang menarik perhatian. Selain itu, karya di bidang teknologi dan digital juga harus dimaksimalkan, administrasi dan pelatihan kader diharapkan bisa dilakukan dengan online atau menggunakan digital. IPNU juga harus bisa memanfaatkan lembaga yang ada didalamnya, misalnya lembaga pers dan penerbitan dalam organisasi IPNU. Prestasi juga hal yang tak boleh dilupakan oleh pelajar NU yang satu ini, menciptakan karya atau memenangkan lomba nasional ataupun internasional tentu akan mengangkat nama IPNU itu sendiri. Tak hanya itu, prestasi juga bisa membangkitkan semangat kader-kader lain bahwa pelajar Nahdlatul Ulama tak boleh diremehkan.
Sebenarnya sudah banyak kader IPNU yang memanfaatkan media sosial ataupun digital untuk bertranformasi mengikuti perkembangan zaman. Namun nampaknya ini belum menyeluruh sampai ke bawah, buktinya masih banyak ranting (Desa) bahkan pimpinan anak cabang (Kecamatan) yang masih menggunakan cara-cara konvensional dan belum memaksimalkan perannya dalam dunia maya. Oleh karena itu, kader-kader IPNU maupun kepengurusan IPNU secara umum harus mencontoh organisasi-organisasi yang lebih maju dari dirinya untuk belajar. Jangan lupa juga untuk mencontoh serta belajar kepada rekan rekan IPNU yang berprestasi di bidang teknologi, karena dengan kita melakukan itu maka secara tidak langsung kita merawat IPNU untuk mengikuti perkembangan zaman sekaligus berkarya.
Ada banyak kader NU yang berprestasi di tingkat Nasional dan Internasional misalnya, Fitria Yuliani salah satu Kader Pelajar Putri Nahdlatul Ulama Kabupaten Bojonegoro yang mendapat Juara 1 Best Design dalam perlombaan Madrasah Robotics Competition (MRC) 2020 di Gedung Graha Alawiyah kampus 2 Universitas Islam As-Syafiiyah Jakarta. Ajang ini bekerja sama dengan Kementrian Agama Republik Indonesia dan Rekanita Fitri akan melanjutkan perjuangannya ke tingkat Internasional yang rencananya digelar di Singapura. Selanjutnya Muchamad Ravi Ramadhani, kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) asal Wonosobo Jawa Tengah yang mewakili Indonesia di ajang Expo Sciences International (ESI) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada tahun 2019 lalu karenamembuat sebuah alat penambah daya baterai ponsel dengan mengandalkan gerak tubuh manusia yang terinspirasi dari gerakan shalat.
. Apabila kemampuan-kemampuan seperti ini terus dioptimalkan dan para kader-kader pelajar Nahdlatul Ulama memanfaatkan media yang ia punya untuk memviralkan, maka perkembangan IPNU akan semakin baik dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama akan lebih dikenal serta diperhitungkan oleh kalangan masyarakat menengah kebawah, masyarakat menengah atas maupun instansi pemerintah. Bukan hal yang tak mungkin, jika nantinya banyak remaja-remaja atau kader dari organisasi lain yang akhirnya tertarik dengan IPNU dan bergabung bersama kita. Dengan itulah kader-kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama bisa membanggakan induk organisasinya yaitu Nahdlatul Ulama serta selalu berkontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Penutup
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) diusulkan dalam Muktamar LP. Ma’arif pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. Akhirnya saat itu diperingati sebagai hari lahir Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dengan Ketua pertama IPNU adalah Tholhah Mansyur (alm). Gagasan ini dipelopori oleh banyak pihak diantaranya: Sufyan Kholil, Farida M, Uda, Abdul Ghani, Ahmad Maskup dan Tholhah Mansur, yang semuanya adalah para pelajar dari Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Rekam jejak IPNU sebelum reformasi melewati berbagai rintangan yang sulit. Nama Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama sempat diganti menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama sampai akhirnya berubah lagi seperti semula. Nahdlatul Ulama sebagai induk organisasi IPNU yang memutuskan terjun ke politik, tentu berpengaruh kepada elektabilitas IPNU itu sendiri, hingga akhirnya IPNU membantu untuk terjun ke perpolitikan Indonesia.
Zaman orde baru, banyak permasalahan yang muncul mulai dari kalangan Islam yang merasa terkucilkan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tidak sesuai syariat Islam. IPNU pun turut terjun dalam memprotes kebijakan kontroversial tersebut. Seiring berjalannya waktu melewati reformasi IPNU mulai berkembang dan melebarkan sayapnya di berbagai bidang. Mulai dari pengembangan SDM, pengkaderan dll. Seiring berkembangnya zaman, ternyata juga berkembang berbagai ancaman dan tantangan yang dihadapi kader Nahdlatul Ulama khususnya IPNU. Di zaman ini, kebanyakan serangan kejahatan dilontarkan melalui media sosial. Oleh karenanya IPNU harus terus berkembang dan beradaptasi mengikuti perkembangan zaman dan menangkal serangan-serangan atau kejahatan yang ada. Selain itu kader IPNU juga harus memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan IPNU, mencari kader serta memperluas ajaran Nahdlatul Ulama kepada masyarakat luas. Dengan demikian, IPNU bisa mengalami kemajuan dan berkontribusi untuk bangsa Indonesia. Kepercayaan dari berbagai golongan juga akan teralihkan kepada Pelajar Nahdlatul Ulama tersebut.
Kader IPNU terbaik bukan hanya mereka yang sudah lama berorganisasi didalam wadah ini, akan tetapi bagi siapa yang dengan sukarela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk memperjuangkan kemajuan organisasi ini. Rantai organisasi harus diteruskan, api organisasi harus terus berkobar, perjuangan organisasi harus terus dilanjutkan. Jangan lengah, jangan menyerah dan teruslah berikan yang terbaik untuk IPNU. Salam Berjuta. Belajar Berjuang Bertakwa!!!!
Daftar Pustaka
Eep Saefulloh Fatah, Konflik, Manipulasi dan Kebangkrutan Orde Baru“Manajemen Jonflik Malari, Petisi 50 dan Tanjungv Priok”(Jakarta: Burung Merak Press, 2010)
Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid, dkk., Dinamika Kaum Muda IPNU Dan Tantangan Masa Depan (Jakarta Pusat : PP IPNU, 1997)
Konferensi wilayah IPNU di Gresik terjadi pada tahun 1964, dan setelah terjadi konferensi IPNU Wilayah Jawa Timur mengalami kevakuman akibat danya gejolak G30S/PKI. Lihat, Sholeh Hayat, dkk.
Sholeh Hayat, Keputusan Musyawarah Siaga 1 Corps Brigade Pembangunan Pelajar NU (Porong : PW IPNU Jatim, 1968)
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU Lajnah Bahtsul Masa’il 1926-1999 (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2004), hlm. 6.
Wahid Abdurrahman K.H, Ruchiyat Ilyas K.H. Dinamika Kaum Muda IPNU dan Tantangan Masa Depan, Jakarta: PP-IPNU, 1997.
Asrorun Niam Sholeh, Sulton Fatoni, Kaum Muda NU dalam Lintas Sejarah 50 th Pergaulan dan Kiprah NU dalam Mengabdi Ibu Pertiwi, (Jakarta: eLSAS,2003).
Isbahi, M. Baiqun dan Yunas, Novy Setia. 2018. Budaya “Pakewuh” Santri pada Kyai: Relevansi Budaya Pendidikan Pesantren terhadap Tantangan Dunia Islam di Era Globalisasi. Millatī, Journal of Islamic Studies and Humanities.
Mustaqim, Muhamad. 2015. “Politik Kebangsaan Kaum Santri: Studi atas Kiprah Politik Nahdlatul Ulama.” Jurnal Ad-Din. Vol.9, No,.2 Agustus STAIN Kudus
Muhammad Romahurmuziy dkk, Sejarah Perjalanan IPPNU, (Jakarta: PP.IPPNU.2000)Sensus Penduduk 2020, Sensus Era Digital – Badan Pusat Statistik Kota Bandung,
https://bandungkota.bps.go.id/news/2020/01/07/15/sensus-penduduk-2020–sensus-era-digital—.html (Diakses 19 Januari 2021) GrabFood Rayakan Sejumlah Pencapaian Terbaru di Indonesia,
https://www.grab.com/id/ ( Diakses 19 Januari 2021)
Muhammad Romahurmuziy dkk, Sejarah Perjalanan IPPNU, (Jakarta: PP.IPPNU.2000)
Nur Hidayat, Kongres IPNU untuk siapa? (Surabaya : Garaha Pena, 2006)
PW IPNU Jawa Timur, PD/PRT PW IPNU Jawa Timur ,(Surabaya: 2003)