PENTINGNYA MERAWAT BUMI : EKOLOGI BERBASIS NILAI-NILAI SPIRITUAL

Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh berbagai persoalan lingkungan hidup tengah menjadi perhatian yang sangat penting bagi beberapa negara di belahan dunia. Beragam upaya telah dilakukan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan agar tetap menjadi pelindung manusia dari permasalahan-permasalahan yang menyerangnya, seperti halnya seperti dampak pemanasan global (global warming), banjir, wabah penyakit yang berbahaya, dan rusaknya ekosistem baik di darat maupun air.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan manusia untuk menjaga lingkungan tetap agar berkesinambungan tidak hanya dilakukan dengan merubah mindset manusia semata, melainkan sangat diperlukan juga spiritualitas dalam diri manusia. Manusia sebagai makhluk spiritualitas-religiusitas, sejatinya manusia akan lebih menyadari bahwa lingkungan sekitar adalah bagian kehidupan yang tidak pernah bisa dipisahkan. Dengan demikian, tulisan sederhana ini akan sedikit mengulas bagaimana potret yang menyebabkan terjadinya kerusakan ekologi, baik dari segi pandangan Islam tentang ekologi, dan solusi krisis lingkungan dengan menerapkan nilai-nilai spiritual.

Didalam buku berjudul ‘Religion and the Order of Nature (1996), karya Sayyed Hossein Nasr, beliau menjelaskan bahwa memburuknya krisis ekologi tidak bisa diatasi tanpa adanya keimanan pada diri seseorang. Maksudnya semua orang dan penanaman nilai-nilai spiritual dalam diri manusia sangat penting untuk keberadaan sucinya alam. Tanpa menemukan kembali pengetahuan suci yang terdapat di dalam alam, maka akan terjadi chaos antara alam dan manusia, yang pada akhirnya akan merusak semua kehidupan manusia di muka bumi. Mempertegas argumentasinya Sayyed Nasr mengajak semua umat beragama untuk kembali memahami untuk lebih mencintai lingkungan berdasarkan ajaran tradisi semua agama dalam konteks universal yang melampaui budaya dan masyarakat. Dalam disiplin Sains dan tekonologi modern telah menghilangkan beberapa nilai-nilai yang bersifat tradisional. Oleh karena itu, revitalisasi teologi dan filsafat alam penting dilakukan dengan tujuan membatasi penerapan sains dan teknologi tersebut. Menurut Sayyed Nasr, manusia harus diselamatkan dari alam. Saat ini alam harus diselamatkan dari manusia baik dalam keadaan perang maupun damai. Tidak mungkin ada kedamaian di antara manusia jika tidak ada kedamaian dan keharmonisan dengan alam. Untuk meraih kedamaian dan keharmonisan dengan alam, maka seseorang harus dalam keadaan harmonis.

Umat islam harus mengetahui bahwa Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wasalam adalah seorang pendukung setia terhadap perlindungan lingkungan dan dinobatkan sebagai pelopor konservasi, pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya alam. Dan dikatakan juga sebagai “environmental pioneer” (pelopor lingkungan) yang terus berusaha menjaga terjadinya keseimbangan yang harmonis antara manusia dan alam. Sepanjang hidup dan segala perbuatannya, Rasulullah Sallahu Alaihi Wassalam telah menerapkan beberapa hal, seperti ;
Menghormati tumbuh-tumbuhan, hewan, dan empat unsur: tanah, air, api, dan udara,
Mendukung pemanfaatan dan budidaya tanah dan air secara berkesinambungan,
Memperlakukan hewan, tumbuhan, dan burung dengan baik.

Dalam konteks modernitas seperti sekarang ini, pandangan dan konsep Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wassalam terhadap lingkungan ini dapat diimplikasikan kedalam berbagai isu-isu lingkungan. Secara filosofis, etika terhadap lingkungan yang dilakukan NabiMuhammad Sallahu Alaihi Wassalam mengandung pesan bahwa jika manusia menolak satu unsur saja –seperti yang dijelaskan di atas– maka alam semesta secara keseluruhan akan menderita secara langsung berangsur-angsur.

Syeikh Muhammad Bin Abdul Karim Al-Issa : Sekjen Liga Muslim Dunia (Moslem League World) dalam forum R20 di Bali kemarin, mengatakan banyak problem sosial berangkat dari akar yang merujuk pada agama. Karenanya diperlukan langkah nyata dalam upaya menyelesaikan aneka persoalan tersebut yakni melalui keterlibatan pemimpin agama. Meskipun begitu Syekh Al-Issa meyakini bahwa sejatinya persoalan itu dipicu oleh sebab adanya keyakinan kekeliruan yang memfungsikan agama sebagao komoditas kepentingan tertentu. Dan pada hakikatnya permasalahan yang tengah terjadi pada isu ekologi adalah bagaimana seseorang memahami agamanya dengan baik.

Lalu mestinya akan timbul sebuah pertanyaan dalam benak diri generasi muda sekarang, bagaimana kita menjadi manusia dalam hidup dan bagaimana kita hidup menjadi manusia di zaman ini ? ini merupakan pertanyaan yang sangat mendasar dan penting untuk dapat dipahami kita semua sebagai manusia untuk lebih merefleksikan dalam menjalankan hidup yang penuh dan secara utuh.

Menjadi manusia spiritual-ekologis dapat kita terapkan dengan berkomitmen dalam diri untuk memiliki sebuah pandangan yang melampaui realitas fisik, artinya kita dapat mencapainya dengan memiliki pemahaman spiritual/rohani yang tinggi berbasis agama dan nilai-nilai spiritualitas. Bagi kaum religius dapat mengaplikasikan kembali makna hidup sederhana dalam kehidupan kita dengan terus menunjukan cara hidup sederhana sebagai suatu cara untuk mencapai kehidupan spiritual ditengah-tengah sebuah pagelaran meterialisme yang kian menyerang dari berbagai segmen.

Penulis menemukan buku yang cukup menarik untuk dibaca dan dipahami bagi generasi muda Nahdlatul Ulama yakni, Buku ‘Manjadi Manusia Rohani’ karya Gus Ulil Abshar Abdala, Ketua Lapkesdam PBNU. Gus Ulil mencoba mengkontekstualisasikan Al-Hikam dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, Gus Ulil juga mengaitkannya dengan pengalaman hidup nya sehingga Manusia Rohani terlihat sangat personal. Selain itu mencantumkan teks Arab Kitab Al-Hikam dengan terjemahannya buku ini sanga relevan untuk dibaca bagi sebagian kaum muda yang memiliki kiat terhadap ekologi berbasis spiritual.

Wallahu A’lam Bish Showwab

Oleh: A’ISY HANIF FIRDAUS

A'ISY HANIF FIRDAUS

A'ISY HANIF FIRDAUS

https://ipnujateng.or.id/user/haniffhasyim_25/

Pelajar Nahdlatul Ulama Kota Bawang Merah

Leave a Reply