Mereka Dalam Bayang Bencana

Beberapa bulan yang lalu saya mengikuti acara maiyahan, Tajug Syahadat di sebuah resto kopi di kota Kudus. Sebelum diskusi dimulai, moderator memancing hadirin untuk googling tentang pelajar di Kudus. Semua yang memegang smartphone lantas bergegas menuruti instruksi moderator, dan mengejutkan hasilnya.

Bukan soal gelar juara olimpiade matematika, bukan pula gelar lomba baca puisi atau sepak bola. Halaman-halaman depan google si pencari nomor wahid itu, penuh dengan berita pelajar mesum di sebuah taman x dan bla bla bla berita sejenisnya.

Di tengah guyuran hujan lebat malam itu, sontak para hadirin terkaget, tak menyangka hari ini wajah pelajar yang nampak di media seperti itu bentuknya. Orang waras mana yang tak kaget mendapati kabar seperti itu?

Di kemudian hari saya iseng mencari-cari informasi, begitu memasukkan kata kunci narkoba, berita soal penggrebekan pesta ganja oleh sejumlah pelajar langsung hadir di depan mata. Di sebuah saung kosong di Jalan Kampung Pulo RT 5 RW 4, Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, polisi meringkus sekitar 12 pelajar tingkat SMP dan SMA.

Dari keterangan yang dihimpun kepolisian, anak-anak belia itu melinting ganja lalu kemudian menghisapnya dengan cara patungan, tiap anak merogoh kocek sebesar Rp 9.000. Mereka suka rela iuran demi menikmati barang haram.

Memasuki era teknologi informasi sekarang ini, kenakalan-kenakalan yang diidap remaja, termasuk pelajar di dalamnya, kian deras merasuki. Teknologi yang ada di genggaman setiap orang hari ini, sedikit banyak membantu proses-proses yang memengaruhi sikap dan pola pikir manusia, utamanya para pelajar yang masih dalam taraf usia remaja dimana usia itu adalah masa pencarian sebuah jati diri.

Jadi wajar para pelajar coba-coba sana-sini. Sama seperti yang diungkapkan sosiolog Amerika Serikat, FM Lemert, ada 2 bentuk penyimpangan diantaranya Primacy Deviance, yang merupakan bentuk pelanggaran pertama kali, cenderung coba-coba, tidak serius, tidak sengaja, perilaku coba-coba.

Kiai Agus Sunyoto dalam sebuah diskusi tentang indikasi pengaburan sejarah nusantara, pernah menceritakan sejarah kelam bangsa Jawa. Sekitar akhir abad ke 17 hingga memasuki awal abad ke 18, hampir semua keraton di Jawa gaya hidupnya sudah mengikuti candu. Ketika itu pula Kolonial Belanda menghadapi perlawanan di berbagai daerah di Nusantara, termasuk Pangeran Diponegoro salah satunya.

Dikisahkan dalam sebuah upaya penyerbuan, tiba-tiba semua pasukan Diponegoro mendadak tidak bisa bergerak. Hal ini dikarenakan pasokan opiumnya terlambat, bahkan seorang panglima perang bernama Sentot Kerto Pengalasan tak berdaya dan mengibarkan bendera putih ketika ditawari pasokan rutin opium dari pihak Belanda.

Tak jauh beda situasinya, sekarang narkoba juga mengancam generasi bangsa ini. Perang candu sedang dimulai kembali. Candu narkoba bukan tidak mungkin akan melumpuhkan generasi bangsa ini.

Tak hanya pasukan Jawa yang pernah merasakan pahitnya opium, angkatan militer China pun pernah menjadi yang terkuat di zamannya, namun bisa dikalahkan dengan perang candu.

Hal itulah yang sering diwanti-wanti panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo, penyalahgunaan narkoba menjadi salah satu bentuk proxy war yang digunakan oleh pihak asing untuk kepentingannya i sumber daya alam (SDA) Indonesia.

Beberapa watu lalu Direktorat Reskrimsus dan Narkoba Polda Metro Jaya meringkus bandar narkotika jaringan internasional di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Dalam operasi tersebut petugas menyita 10 kantong plastik narkotika jenis sabu, dengan berat masing-masing 10 kilogram. Sudah benar-benar nyata ancaman yang siap melumpuhkan bangsa Indonesia sewatu-waktu.

Pertanyaannya, akan jadi apa generasi bangsa ini jika diserang narkoba ? Lalu apa yang hendak dilakukan ?

Melihat problem seperti penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas dan lainnya, kesalahan memang tak sepatutnya bisa dilimpahkan ke anak begitu saja. Boleh jadi orang tua ikut andil dalam kesalahan yang dilakukan anaknya. Guru punya andil dalam langkah keliru muridnya. Karena sesungguhnya pendidikan itu ada di tiga titik yang sering disebut tri pusat pendidikan. Sekolah, keluarga dan masyarakat. Sinergi tiga komponen itulah yang mesti dikuatkan untuk membentuk generasi yang berkualitas generasi yang membanggakan.

achmadulilalbab

achmadulilalbab

Leave a Reply