Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam penanggalan kalender hijriyah, serta mengandung banyak peristiwa penting yang harus kita ketahui di bulan muharram ini. Khususnya pada tanggal 10 Muharram. Di dalam bulan Muharram terdapat satu hari mulia yang disebut dengan hari Asyura, yakni hari kesepuluh Muharram. Terdapat banyak sekali keutamaan hari Asyura bagi umat muslim yang penting untuk diketahui.
Di Indonesia sebagai negara yang kaya akan tradisi dan budaya, Berbagai tradisi telah dilakukan oleh masyarakat Islam khususnya pada bulan Muharam. Sehingga banyak terdapat aktifitas tertentu yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Melekatnya keberagaman budaya, agama, dan keyakinan masyarakat Indonesia telah mewarnai berbagai tradisi dan ritual yang dilakukan masyarakat pada bulan Muharam ini. Berbagai tradisi itu bisa kita lihat antara lain, membuat makanan berupa bubur merah putih, mencuci benda pusaka seperti keris, membaca doa-doa, menyantuni anak yatim, dan tradisi-tradisi keagamaan yang lainnya.
Jika kita cermati secara seksama ragam ekspresi yang masyarakat tampilkan di bulan Muharam atau dikenal juga dengan Asyura tepatnya tanggal 10 Muharam dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama berasumsi bahwa 10 Muharram dianggap hari yang dapat mendatangkan berkah dan keberuntungan yang berlipat sehingga diperingati dengan belanja aneka barang kebutuhan ataupun dengan mengadakan berbagai perayaan sukacita. Seperti halnya sedekah bumi, tradisi kirab grebeg Suro di Solo dan Yogyakarta, Bulan Asan Usen di Aceh, Tradisi Tabut di Bengkulu dan Tabuik di Pariaman Sumatera Barat.
Sedangkan kelompok kedua berasumsi bahwa Bulan Muharam sebagai bulan berduka dan kesedihan diekspresikan dalam bentuk pelaksanaan tradisi menolak bencana, pada bulan Muharam kelompok ini cenderung berduka dan berdoa meminta perlindungan dari Allah SWT. Seperti tradisi Istighotsah dan do’a bersama ala Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Selain memperingatinya dengan berbagai tradisi, di dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat yang menerangkan tentang Keistimewaaan bulan muharram, yakni Surah At-Taubah ayat 36, Allah SWT berfirman:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ ٣٦
Artinya:‘’Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfudz) pada waktu Dia menciptakan langit dan Bumi,diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah mendzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.’’ (QS. At- Taubah : 36).
Hal yang senada dengan kandungan dalam ayat diatas, Merujuk pada asal mula Asyura, namanya didapat dari bahasa Arab yang artinya hari ke sepuluh di bulan Muharram. Nabi Muhammad SAW pernah ditanya oleh sahabat tentang keistimewaan dan keberkahan hari 10 Muharram atau Asyura.
Sayyidah Aisyah, istri Rasulullah menyatakan bahwa hari Asyura merupakan hari bagi orang-orang Quraisy berpuasa di masa Jahiliyah, Rasulullah pun juga ikut mengerjakannya. Setelah Nabi berhijrah ke kota Madinah beliau rutin mengerjakan puasa itu dan memerintahkan para sahabat agar mereka berpuasa juga. Setelah diwajibkannya puasa di bulan Ramadhan, Nabi SAW menetapkan:
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَتْ قُرَيْشٌ تَصُومُ عَاشُورَاءَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِينَةِ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ شَهْرُ رَمَضَانَ قَالَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ عَنْ هِشَامٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَلَمْ يَذْكُرْ فِي أَوَّلِ الْحَدِيثِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ وَقَالَ فِي آخِرِ الْحَدِيثِ وَتَرَكَ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ وَلَمْ يَجْعَلْهُ مِنْ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَرِوَايَةِ جَرِيرٍ
Artinya : ‘’Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata; Di zaman Jahiliyah orang-orang Quraisy melakukan puasa pada hari ‘Asyura`, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah pula melaksanakannya. Ketika beliau melakukan hijrah ke Madinah beliau berpuasa dan beliau memerintahkan agar berpuasa. Maka tatkala puasa Ramadlan diwajibkan, beliau bersabda: “Siapa yang suka puasa di hari ‘Asyura`silakan ia berpuasa, dan siapa yang tidak suka boleh meninggalkannya.” Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair dari Hisyam dengan isnad ini, dan ia tidak menyebutkan di awal hadits; “Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah berpuasa ‘Asyura`.” Dan di akhir hadits ia menyebutkan; “Beliau meninggakan puasa ‘Asyura`. Siapa yang suka melakukan puasa ‘Asyura silakan mengerjakan, dan siapa yang meninggalkannya (tidaklah mengapa).” Ia tidak menjadikan ungkapan sebagai bagian dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana pula yang tercantum dalam riwayatnya Jarir.’’ (HR. Bukhari, No: 1489; Muslim, No: 1987)
Ibnu Abbas seorang sahabat meriwayatkan saat Nabi berhijrah ke Madinah, beliau tak sengaja menjumpai orang-orang Yahudi yang sedang mengerjakan puasa Asyura. Nabi pun bertanya terkait alasan mereka berpuasa. Mereka pun menjawab:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَسُئِلُوا عَنْ ذَلِكَ فَقَالُوا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي أَظْهَرَ اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَبَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى فِرْعَوْنَ فَنَحْنُ نَصُومُهُ تَعْظِيمًا لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَأَمَرَ بِصَوْمِهِ و حَدَّثَنَاه ابْنُ بَشَّارٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ جَمِيعًا عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ فَسَأَلَهُمْ عَنْ ذَلِكَ
Artinya : ‘’Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Husyaim dari Abu Bisyr dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma, ia berkata; Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam belum lama tiba di Madinah, didapatinya orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura`. Lalu mereka pun ditanya (alasan apa mereka berpuasa di hari itu). Mereka menjawab, “Hari ini adalah hari kemenangan Musa dan Bani Isra`il atas Fir’aun. Karena itu, kami puasa pada hari ini untuk menghormati Musa.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Sesungguhnya kami lebih pantas untuk memuliakan Musa daripada kalian.” lalu beliau perintahkan agar kaum muslimin puasa pada hari ‘Asyura`. Dan Telah meceritakannya kepada kami Ibnu Basysyar dan Abu Bakr bin Nafi’ semuanya dari Muhammad bin Ja’far dari Syu’bah dari Abu Bisyr dengan isnad ini, dan ia mengatakan; Maka beliau pun menanyakan hal itu pada mereka.’’ (HR. Bukhari; No: 1865 & Muslim, No: 1910)
Berdasarkan uraian singkat di atas, jelas bahwa hari Asyura atau 10 Muharram merupakan hari yang sangat bersejarah serta diagungkan dari masa ke masa. Kita sebagai umat Islam dan generasi Nahdlatul Ulama hendaknya menyambut hari itu dengan mengambil banyak pelajaran yang bermanfaat dari sejarah masa lalu.
Wallahu A’lam Bish Showwab
A’ISY HANIF FIRDAUS, S.Ag.