Kisah Tentang Kicauan Emprit

Ini hanya kisah tentang kicauan Emprit, bukan kisah tentang kehidupan apalagi kisah cinta nyonya muda dengan dua anaknya yang dicampakkan seorang pria, seperti dalam kemasan biskuit aneka rasa. Sungguh, ini hanya soal Emprit beserta hiruk-pikuknya yang sangat tidak penting untuk diamati. Bahkan dalam kisah kerajaan Kicau Mania, Emprit tidaklah lebih istimewa dari seekor jangkrik tanpa kaki. Maka tak heran jika Emprit hanya bersaing kepopuleran dengan prajurit Perang Dunia II, yang terkenal para pemimpinnya tetapi tidak dengan para prajuritnya. Dalam perang, makanan menjadi lebih berharga daripada nyawa manusia. Sudahlah, kenapa pula membicarakan kemanusiaan, ini hanya kisah tentang kicauan emprit.

Emprit yang dulu melimpah ruah di kebun Pak Tua depan rumah kini mulai sukar ditemukan. Entah di mana sang Emprit bersembunyi. Mungkin sedang dalam fase hibernasi. Tapi ini Emprit bukan burung layang-layang. Kemana pula kicau riang Emprit yang dulu menghiasi langit nusantara bagian utara (Jawa, Nusa Tenggara, Sumatera) yang dalam catatan sejarah tertulis sebagai habitat utamanya. Apakah sang Emprit kini berrompi oren dengan tulisan indah berbunyi “Tahanan KPK”, sehingga tak terdengar lagi kicaunya. Tapi… Bukankah itu kisah tentang Tikus Berdasi, tidak perlu bicara soal keadilan sosial dalam hotel jeruji besi yang lengkap dengan fasilitas kelas VIP. Ini hanya kisah usang tentang kicauan Emprit.

Emprit dengan patuk kecilnya bergerilya di ladang milik Pak Tani, mematuk gabah, satu sampai lima biji kemudian merasa kenyang dan meninggalkan lautan makanan yang ada dihadapannya. Kenapa sang Emprit sangat bodoh. Harusnya Emprit bawa plastik kresek dari perusahaan ritel ternama untuk membawa bekal ke sangkar. Besok belum tentu masih ada biji padi ditempat yang sama. Apalagi ada resiko besar yang harus dihadapi Emprit saat mematuk biji padi milik Pak Tani. Ada Sang Ular yang senantiasa mengintai dalam rimbunnya tumpukan jerami untuk memuaskan hasrat perut lonjongnya. Tetapi bukankah Emprit punya hasrat yang sama terhadap biji padi, meski Emprit tak berperut lonjong. Dari tepian ladang sawah yang sudah siap dipanen ada Pak Tani yang termenung karena padinya dihargai murah oleh para penguasa. Pak Tani bingung, karena hasilnya tak cukup untuk modal selama menggarap sawah. Belum lagi tenaga yang tak pernah digaji karena ladang milik sendiri. Rugi, rugi, rugi, tetapi kalau tidak dijual bagaimana anak dan istrinya bisa melanjutkan hidup, sekolah dan semua mimpi keluarga yang dibebankan pada pundak Pak Tani. Maka biarkan saja rugi daripada hidup makin banyak hutang, karena hutang kemarin saja belum bisa dibayar. Eh, kenapa bicara soal hasrat perut. Bicara tentang kerakusan para penguasa, bicara soal kegelisahan Pak Tani. Para penguasa yang punya hobi memboikot roda ekonomi nusantara, sehingga yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, yang pintar dibodohi dan yang bodoh dibudayakan. Kenapa tidak bicara Emprit saja, yang hanya mencukupkan hasratnya lalu pergi tanpa mengambil semua, meski nyawa taruhannya, bukannya ini hanya kisah tentang kicauan Emprit ?

Emprit kini lebih mudah dicari di pasar, dalam gerobak lusut milik para pelaku seni mewarnai, walau anak balita lebih suka mewarnai tetapi kini orang dewasa juga harus pandai mewarnai. Agar anaknya dirumah bisa beli alat untuk mewarnai. Sang Emprit memang tak seindah Kenari, Cucak Ijo, Murai atau saudara Emprit lain yang lebih eksotis, baik kicau maupun coraknya. Maka ditangan para pelaku seni, Emprit diprambos hijau, kuning, kelabu, merah muda dan biru seperti nyanyian masa lalu. Tapi itu tentang balon bukan Emprit. Karena bagaimanapun Emprit tetaplah Emprit, meski dicat warna apapun tak akan berubah jadi murai, cucak ijo atau kenari, dia akan tetap Emprit. Untuk menarik perhatian anak-anak katanya, agar mau beli dan uangnya untuk hidup keluarga dirumah. Anak sekarang sudah tidak lagi nyanyi lagu balon, tapi nyanyi lagu cinta pembodohan di bawah terinya sinar matahari menanti apresiasi dari Sang Tikus Berdasi yang duduk nyaman dalam mobil ber-AC berplat merah. Kenapa membawa derita anak nusantara yang disuruh kerja, disiksa, dianiaya, bahkan dibunuh oleh orang-orang yang harusnya menjaga, mendidik dan mengasihinya. Anak adalah anugerah dari Tuhan yang diamanatkan kepada setiap manusia untuk diarahkan mengenal dan memahami kehidupan setelah kehidupan. Anak tetaplah anak, tugasnya hanya belajar, belajar dan belajar bukan untuk bekerja. Kenapa tidak bicara derita Emprit saja yang rela tubuhnya diprambos agar tidak ada keluarga yang kelaparan dan bisa membelikan alat mewarnai untuk anak-anaknya. Ini masih kisah tentang kicauan Emprit.

Emprit kini telah berubah warna, lebih cantik, lebih menarik, lebih menggoda dan lebih menggemaskan. Hingga memainkannya sungguh membuat anak-anak sangat bahagia. Diucel-ucel, diremas, diikat dan diterbangkan seperti layang-layang, dimaikan sesuka hati majikannya. Tak ada lagi hamparan kebun luas milik Pak Tua. Kini hanya sangkar tabung dari kawat 1×1 cm yang menjadi rumah idaman untuk sekedar meratapi penderitaannya. Bukan lagi kicau riang gambaran kebebasan tetapi tangis kepedihan dengan tetap menebar tawa kebagiaan. Karena tangis dan tawa Emprit bunyinya sama, kicau riang penebar tawa kebagiaan, tidak seperti remaja yang perasaannya mudah dibawa kemana-mana. Bermain cinta, masih seumur jagung manggilnya sudah ayah-bunda. giliran ditikung temannya, hatinya patah, tangannya dilukai, ada yang konyol sampai minum racun hama milik Pak Tani. Tak hanya remaja, sekarang masyarakat Indonesia juga sama saja, lagi gampang banget Baper, udah kayak anak remaja labil main cinta saja. Hukum sebagai instrumen konstitusi tak lagi dianggap senjata utama. Kini sholat jum’at di monas jadi universitas yang alumninya bebas bicara seenak wudelnya. Sangkar Bhineka Tunggal Ika tak penting karena anti pacasila, Tuhan yang berbeda dijadikan mainan politik atas nama agama. Kenapa bicara soal kaum unyu-unyu dalam kicauan mulia ini, sudahlah ini bukan soal agama hanya kisah tentang kicauan Emprit semata. Emprit yang meski dipermainkan maka tetap akan tertawa, membawa kesejukan kepada siapapun majikannya. Tak pernah Baper dalam setiap penyelesaian masalah dalam kehidupannya. Meski masih banyak kisah Emprit yang lain, tetapi semoga kisah ini mewakili kicauan Emprit secara penuh. Kisah tentang kicaun Emprit.(MRC)

Ahmad Syifa

ahmadsyifa

ahmadsyifa

Leave a Reply