Baru saja muncul pemberitaan di televisi yang berisi wacana mundurnya Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum PDI Perjuangan sekaligus ibu Megawati akan mundur dari dunia politik Indonesia. Menurut seorang pengamat politik, wacana yang dimunculkan itu adalah sinyal bagi PDIP agar segera mempersiapkan pemimpin baru bagi partai moncong putih tersebut.
Sungguh pun begitu, jika kita berandai-andai Megawati Soekarnoputri mundur dari PDIP dan dunia politik sekarang, awal tahun 2017 ini, bagaimana nasib PDIP selanjutnya? Pikiran jahil penulis kembali menerawang bagaimana masa depan PDIP nanti.
Partai politik, menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik, terbagi menjadi beberapa tipologi. Berdasarkan komposisi dan fungsi anggota, partai politik di Indonesia terbagi atas partai massa dan partai kader. Lalu Parpol-parpol di Indonesia masuk tipologi yang mana? Bisa dikatakan menurut penulis, sebagian besar partai politik di Indonesia merupakan partai massa, yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa dan sebagai pelindung dari berbagai kelompok dalam masyarakat. PDIP masuk dalam kategori partai massa. Simpatisan PDIP kebanyakan adalah kaum tani dan buruh. PDIP juga memiliki basis massa yang besar dan bisa dimobilisasi dengan mudah, Jawa Tengah adalah salah satu basis massa terbesar PDIP.
Lalu apakah PDIP akan tetap sukses jika Megawati mundur sekarang? Mari kita tengok sebentar garis sejarah PDIP. PDIP tidak bisa lepas dari sosok Soekarno mengingat Ketua Umum PDIP adalah anak kandung Ir. Soekarno. Dilihat dari rekam jejak politik Bung Karno selama berpartai terdapat dua partai politik yang pernah dipimpinnya, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partindo. Kedua partai ini menggunakan pendekatan yang sama terhadap anggota dan simpatisannya, yaitu mobilisasi dan agitasi. PNI berhasil menggalang massa cukup besar, namun begitu Bung Karno ditangkap pemerintah Kolonial Belanda pada waktu itu, dan akhirnya dipenjara di Sukamiskin, PNI kolaps tidak lama setelahnya. Setelah bebas Bung Karno mendirikan Partindo, sempat besar dengan cara yang sama dengan PNI, setelah Soekarno diasingkan ke Ende dan Bengkulu Partindo pun bubar. Menurut Bung Hatta dalam otobiografinya, hal ini disebabkan karena anggota PNI ataupun Partindo kurang diberikan pendidikan dan sosialisasi secara benar sehingga tidak muncul kesadaran dalam diri tiap-tiap anggota. Agitasi hanya membuat anggota partai mendewakan pemimpinnya, begitu pimpinan tersebut hilang, anggota menjadi kehilangan arah dan akhirnya tenggelam kembali.
PDIP di masa sekarang masih sangat terlihat mendewakan sosok Megawati Soekarnoputri, atau dalam lingkup yang lebih luas pada trah Soekarno. Terlepas dari seberapa berhasil pendidikan politik partai tertanam dalam diri anggota-anggotanya atau sejauh mana kesiapan anak-anak Megawati menjadi pimpinan baru PDIP, jika sikap mendewakan masih tertanam, dan jika Megawati pensiun dari PDIP saat ini, PDIP akan segera turun pamornya dan kalah dalam pemilu 2019.
Lalu bagaimana dengan kemungkinan PDIP akan tetap besar dengan (sebagai contoh) dipimpin Jokowi atau Ahok yang saat ini menjadi “petugas partai” PDIP yang paling cemerlang di pemerintahan? Ada lima kemungkinan yang terjadi jika Jokowi atau Ahok menjadi ketua umum PDIP yang baru. Pertama, keduanya tidak bisa menjadi ketua umum PDIP sekarang karena masing-masing masih menjabat sebagai Presiden RI dan Gubernur DKI Jakarta. Kedua, keduanya tidak bisa menjadi Ketua Umum karena bukan trah Soekarno berdasarkan mindset partai tadi. Ketiga, Salah satu dari keduanya menjadi ketua Partai tetapi kendali tetap dipegang Megawati atau setidaknya trah Soekarno dari belakang, yang berarti ketua partai hanya menjadi alat atau boneka. Keempat, Keduanya tidak mau menjadi ketua umum PDIP yang baru karena hanya menjadikan partai sebagai batu loncatan menggapai kursi pemerintahan, ahok bisa jadi yang paling terlihat akan hal ini karena selama pencalonan dan akhirnya diusung PDIP, Ahok menggunakan Coming From Behind dan menimbulkan pro kontra juga. Dan kelima, salah satu dari keduanya menjadi ketua umum PDIP dan berhasil membawa partai berjaya dalam pemilu 2019.
Demikianlah kiranya pikiran nakal yang sekedar suara rakyat kecil bukannya mau usil dari kami jika ibu Megawati Soekarnoputri pensiun dari PDIP saat ini, awal tahun 2017. Mengenai wacana yang berhembus di pemberitaan sekarang kami kembalikan lagi kepada pengamat politik di atas bahwa wacana tersebut adalah sinyal bagi PDIP agar segera bersiap dan mempersiapkan pemimpin baru. Namun pengamat politik itu juga bisa saja salah. Maka, semuanya kembali lagi kepada si pembuat wacana bagaimana maunya. Pada akhirnya kita kembali lagi pada awal tulisan ini. Pikiran nakal seorang rakyat kecil dan bukannya mau usil. Haha..