Gusdur, begitulah panggilan akrabnya putra seorang mantan Menteri Agama Republik Indonesia sekaligus cucu dari ulama besar Indonesia Pendiri Nahdlatul Ulama simbah KH. Hasyim Asy’ari. Gusdur nama lengkapnya Abdurrahman Ad- Dakhil, nama tersebut diberikan oleh ayahnya Wahid Hasyim yang mengharapkan dirinya kelak dapat meniru perjuangan sang penakluk Andalusia. Disaat gusdur dan ayahnya sedang diatas dermaga Tanjuk Perak Surabaya mereka menatap samudra yang begitu luasnya. Ayahnya berkata kepada gusdur, “Dur, lihatlah pantai itu. Setiap kali melihat samudra luas, yang terbayang dalam benak ayahmu adalah Thariq Bin Ziyad semata.”
“Memang ada apa dengan samudra itu, Ayah?”
“Dari sanalah Ayah memberimu nama, Dur. Dan dari pantai itulah Ayah menyandarkan seluruh kebanggaan dan harapan kepadamu.”
“Sejak Afrika Utara, terutama wilayah Aljazair dan Maroko ditundukan pada tahun 711 M, Thariq bin Ziyad menyebrangi selat yang memisahkan Maroko dan Benua Eropa, dan mendarat di Jabal Thariq. Orang Spanyol keseleo lidahnya dan menyebutnya Gibraltar. Sebuah nama yang sejatinya disandangkan pada Thariq bin Ziyad atas jasa-jasanya. Tanpa rasa takut sedikitpun, tentara Spanyol berhasil dikalahkan. Bahkan raja yang saat itu sangat lalim berhasil ditumpas. Setelah Cordova dikuasai, menyusul kemudian Seville, Elvira, dan Toledo.”
“Lalu apa hubungannya semua cerita itu denganku, Ayah?”
“Dur, tahukan kamu bagaimana pidato Thoriq bin Ziyad yang terkenal itu?”
“Anakku, ketika ia berhasil mendaratkan seluruh armada kapal laut beserta para pasukannya, dengan gagah ia memerintahkan kepada para pasukannya itu untuk membakar semua kapal yang baru saja mengantarkan mereka ke Spanyol. Lalu ia naik kesebuah batu yang tinggi. Di pantai Andalusia, dihadapan 7.000 tentara, panglima perang Thariq bin Ziyad membakar api semangat pasukannya sambil berteriak lantang, bagaimana kini kalian bias pulang? Lihatlah ! samudra ada dibelakang kalian, sementara didepan, musuh-musuh telah menghadang. Kini kalian tidak memiliki apa-apa kecuali benar dan sabar. Musuh-musuh itu telah bersiaga penuh dengan senjata-senjata lengkap demi menumpas kalian. Kekuatan mereka sangat besar. Tapi tidak sebesar samudra yang luas ini sementara ini kalian tidak memiliki senjata apa-apa kecuali pedang yang kalian pegang dan keberanian di dada kalian. Kalian juga tidak memiliki makanan kecuali saat berbuka jika kalian memenangkan peperangan. Jika kalian perang berlarut-larut kalian pasti hancur. Mereka semakin buas untuk menghabisi kalian. Karena itu, hilangkan sifat hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Pilihan kalian hanya mati! Di sini aku sunggu-sungguh mengingatkan kalian, sebagaimana aku mengingatkan diriku sendiri! Jika kalian sabar menderita , kalian pasti menang! Percuma jika kalian kecewa padaku, karena nasib kalian tidak lebih buruk dari nasibku! Saudara-daudaraku, perang atau mati! Demikianlah pidato Thariq bin Ziyad alias Abdurrahman Ad- Dakhil. Ia bukan hanya menaklukan Andalusia hingga sebagian Eropa, tapi juga menaklukann kekuatan dirinya dan ketakutan seluruh tentara yang ia pimpin.”
“ Dur, peristiwa penaklukan itu menjadi inspirasi Ayah untukmu. Itulah mengapa Ayah memberimu nama Abdurrahman Ad-Dakhil, seorang hamba yang penuh welas sekaligus Sang Penakluk!”
Gusdur yang sejak kecil masih belia hatinya bergetar disaat mendengarkan cerita ayahnya tentang sang penakluk Andalusia. Beliau dalam hatinya selalu bertanya kalau Thariq bin Ziyad menaklukan Andalusia, menaklukan dirinya dan tentaranya lalu bagaimana dengan dirinya? Apa yang harus beliau taklukan?
Hari ini ternyata dapat kita nilai dan rasakan apa yang kini telah ditaklukan oleh seorang bapak bangsa ini, semua orang tidak sadar kalau mereka selalu terpijak pada sebuah pemikiran gusdur, semua orang membicarakan segala bentuk cipta karya gusdur, semua menulis tentang gusdur, kalangan akademis, pesantren tak luput dengan ingatan tentang gusdur bahkan kalangan tionghoa pun tak pernah lepas simpatiknya tentang perjuangan gusdur kepadanya. Anak bangsa merasa kangen akan hadirnya beliau yang kedua kalinya tapi sudah menjadi takdir tuhan tidak mungkin beliau hadir ditengah-tengah bangsa ini. Kalau beliau sering bilang dalam sebuah permasalahan yang dihadapkan sama beliau “gitu aja ko repot”. Seakan kata-kata itu hari ini sangat perlu dihadirkan kembali agar permasalahan yang terjadi pada bangsa ini mudah untuk diselesaikan.
Begitulah sangat indah kenangan yang diberikan kepada gusdur, sesuai harapan ayahnya sang penakluk, beliau dengan keilmuan dan wawasannya yang luas serta kepribadian luhurya mampu memberikan penaklukan bangsa ini.
Say hello