Mengenal "The Illusory Truth Effect" Agar Lebih Jeli Menanggapi Sebuah Informasi
Ags 14, 2024
ipnujateng.or.id - Seperti yang biasa kita lakukan setiap hari yaitu scroll-scroll entah itu TikTok, Reels Instagram ataupun yang lain merupakan sebuah hal yang hampir menjadi rutinitas banyak orang akhir-akhir ini, konten tersebut menyuguhkan banyak hal mulai dari hiburan, doktrin, pernyataan ataupun pengetahuan tanpa proses disiplin berfikir yang dimana setiap orang bisa menikmati ataupun membuat konten untuk dilihat orang lain. Seperti yang tersebut diatas bahwa setiap orang bisa membuat konten-konten apapun entah dia berpendidikan, ilmuan bahkan orang yang tidak mengenyam Pendidikan sekalipun bebas membuat konten di platfrom tersebut, karena dengan banyaknya konten dan menjadi pola konsusmsi rutin banyak orang yang dimana hal tersebut bisa menimbulkan Illusory Truth Effect. Illusory truth efek atau Efek ilusi kebenaran (disebut juga efek keabsahan, pengaruh kebenaran, atau efek pengulangan) adalah fenomena timbulnya kecenderungan untuk mempercayai informasi yang salah sebagai suatu kebenaran, setelah adanya proses repetisi atau pengulangan. Efek ilusi kebenaran, atau illusory truth effect, adalah fenomena psikologis di mana orang cenderung mempercayai informasi yang salah sebagai benar setelah mendengarnya berulang kali. Ini adalah bentuk dari bias kognitif yang menunjukkan bahwa frekuensi paparan terhadap suatu pernyataan dapat memengaruhi penilaian kita terhadap kebenarannya, terlepas dari bukti faktual yang mendukung atau membantahnya. Mekanisme efek ini terjadi karena otak manusia cenderung mengasosiasikan pengulangan dengan keakraban, dan keakraban sering dihubungkan dengan kebenaran. Dalam lingkungan di mana informasi dapat dengan mudah disebarkan melalui media sosial, berita, dan berbagai platform komunikasi lainnya, efek ini menjadi semakin signifikan. Studi pertama tentang efek ilusi kebenaran dilakukan oleh Lynn Hasher, David Goldstein, dan Thomas Toppino pada tahun 1977. Dalam penelitian mereka, partisipan diminta untuk menilai kebenaran berbagai pernyataan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernyataan yang diulang lebih dari sekali cenderung dinilai lebih benar dibandingkan pernyataan yang hanya didengar sekali. Contoh Kasus 1. Media Sosial dan Berita Palsu: Dalam era digital, berita palsu atau hoaks dan pernyataan-pernyataan atau doktrin tanpa penelitian dan proses berfikir yang disiplin seringkali menyebar luas dan cepat. misalnya, sebuah klaim bahwa vaksin menyebabkan autisme telah dibantah oleh banyak studi ilmiah. Namun, karena klaim tersebut terus-menerus disebarkan di media sosial, beberapa orang masih mempercayainya. Ada juga pernyataan bahwa gender punya perilaku atau kewajiban tertentu terhadap gender lainya yang ahirnya menimbulkan gender bias. 2. Iklan dan Pemasaran: Perusahaan sering kali menggunakan pengulangan dalam iklan untuk membuat konsumen mempercayai klaim tentang produk mereka. Misalnya, iklan yang terus-menerus menyatakan bahwa sebuah produk dapat membuat kulit lebih cerah mungkin akan membuat konsumen percaya klaim tersebut meskipun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung. 3. Politik: Dalam kampanye politik, kandidat mungkin mengulang klaim atau janji tertentu berkali-kali sehingga pemilih mulai mempercayai klaim tersebut. Misalnya, pernyataan berulang tentang peningkatan lapangan kerja atau pertumbuhan ekonomi dan makanan gratis dapat membuat pemilih percaya bahwa kandidat tersebut memiliki rencana konkret, meskipun detail rencana tersebut mungkin tidak jelas atau tidak realistis. Efek kebenaran ilusi dapat memiliki dampak signifikan pada pengambilan keputusan individu dan masyarakat. Ini dapat menyebabkan penyebaran informasi yang salah, pembentukan opini yang tidak berdasarkan fakta, dan pengambilan keputusan yang buruk baik di tingkat individu maupun kolektif bahkan tak sedikit kisah asmara atau pernikahan kandas dikarenakan informasi dari tiktok yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran tersebut. Oleh karena itu, penting untuk selalu memeriksa kebenaran informasi dari sumber yang dapat dipercaya dan tidak hanya bergantung pada frekuensi paparan. Oleh karena itu kita perlu meningkatkan kesadaran tentang efek kebenaran ilusi dan pentingnya literasi media dapat membantu kita menjadi lebih kritis terhadap informasi yang mereka terima. Upayakan untuk selalu memverifikasi fakta dari sumber yang dapat dipercaya sebelum mempercayai atau menyebarkan informasi lalu mengajarkan dan mempraktikkan berpikir kritis dapat membantu kita mempertanyakan dan menganalisis informasi dengan lebih baik, sehingga mengurangi pengaruh efek kebenaran ilusi. Dengan memahami efek kebenaran ilusi dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya, kita dapat membantu memastikan bahwa keputusan kita didasarkan pada informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Penulis: Kunedi I Editor: Hanif/LPP IPNU Jawa Tengah