Berkacalah IPNU-IPPNU

Laju zaman tidaklah bisa di pungkiri. Mengikuti arus tanpa adanya benteng diri menjadikan manusia hanya menjadi budak-budak teknologi semata. Mengurung diri menjauhi arus justru hanya menjadikannya pribadi primitif, tiada berperadaban. Maka, perlulah stimulan-stimulan guna mempersiapkan pribadi-pribadi yang siap menjadi penggerak roda zaman. Laksana masinis yang siap memegang komando lokomotif kereta peradaban.

Merespon pelbagai masalah yang kian menggerus, tentu tindakan represif terkait hal ini harus semakin masif digerakkan. IPNU-IPPNU sebagai sebuah organisasi keterpelajaran sangat di tekankan untuk lebih siap menghadapi problematika tersebut. Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Pelajar IPNU-IPPNU hari ini, representasi NU masa depan.

Tokoh-tokoh NU hari ini telah memberi cerminan teladan yang begitu indah dalam prosesnya. Hujan badai fitnah yang begitu mendera para pribadi tokoh NU ini mampu diatasi dan berujung sebuah ungkapan “kebenaranlah yang akan menang”. Tentu kita masih ingat atas fitnah yang menghujam K. H. A. Mustofa Bisri, atau yang kerap disapa Gus Mus, ketika memfatwakan larangan sholat jum’ah di jalanan. Bahasa ‘pisuhan’ yang khas begitu menusuk jantung ummat beliau. Gus Mus tetaplah tenang.

Di susul berita kasus jual beli tanah di Kota Malang yang menyeret nama tokoh tertinggi NU, K. H. Said Agil Siradj. Dalam kasus lain, pribadi K. H. Makruf Amin pun tersandera oleh beberapa media, gegara kesaksian dalam sebuah persidangan yang di pandang tendensius terhadap arus politik tertentu. Yang pasti, ini hanyalah sebagian dari cara Tuhan menunjukkan kasih sayang kepada hamba-Nya.

Seiring berjalannya waktu, fitnah-fitnah ini terurai dengan sendirinya. Kunci terjaganya marwah para kiai ini adalah kemampuan menjaga integritas yang di istiqomahkan dengan selalu menebar kebaikan. Ulama sangat terbuka pada tabayyun, bukan justru dengan tangan berayun. Bukan merespon sepadan dengan tindakan, beliau-beliau dengan hati jemawa memaafkan.

Dalam buku Keunggulan Integritas (Adrian Gostick & Dana Telford, 2006:13-14) memberikan pengertian integritas sebagai ketaatan yang kuat pada sebuah kode, khususnya nilai moral atau nilai artistik tertentu. Menurut pandangan lain, Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas diartikan dengan sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.

Bahwa konsistensi merupakan suatu hal yang tidak ringan bagi kader muda NU yang masih di belenggu labilitas kejiwaan dari sisi usia. Tali ikatan sebagai sebuah kode yang dimaksud dituntut mampu memupuk seorang kader menjadi kader yang berjiwa utuh atas ke-NU-annya.

Janganlah sampai terjadi stagnasi dalam proses penumbuhan nilai-nilai hasanah NU. Fluktuasi kondisi merupakan hal lumrah yang dialami semua lini. Tak perlulah berbangga dengan capaian hari ini. Itu hanyalah sebuah anak tangga yang kita pijak kini, masih ada pijakan-pijakan anak tangga diatasnya yang siap dipanjat kedepan. Semata semoga semakin tinggi derajat moralitasnya. Nilai moral dari  pada pelajar adalah meneladani kiai. Adapun proses penanaman jiwa integritas secara aplikatif, menjadi tanggungjawab bersama pribadi kader dan organisasi yang sudah menginjak usia lanjut ini.

Selamat harlah IPNU ke-63 dan Harlah IPPNU ke-62. Man zaro’a, hashoda. Selamat menanam.

Oleh : M Ghulam Dhofir M, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang

ghulam_dz

ghulam_dz

Leave a Reply